Buruh Sawit Perempuan Tak Diperhitungkan

Jumlah buruh perempuan diperkebunan sawit, tak jauh berbeda dengan jumlah buruh lelaki. Pekerjaan yang dilakukan kadang lebih berat daripada tugas lelaki. Namun mereka dianggap tak ada. Karena dianggap membantu suami, dalam menyelesaikan pekerjaan dan bukan sebagai buruh. Demikian diungkapkan beberapa kalangan pemerhati perkebunan sawit, di Jakarta, Selasa (29/10/2013).

“Posisi perempuan diperkebunan sawit tidak jelas. Sebagai petani tidak punya lahan. Sebagai buruh tidak dapat upah,” ujar Indah Fatinaware dari Sawit Watch.

Hal itu disebabkan kebanyakan buruh perempuan dianggap hanya membantu suami, dalam menyelesaikan pekerjaan dikebun sawit. Sehingga mereka tidak dianggap buruh, dan tidak mendapatkan fasilitas selayaknya pekerja atau buruh sawit lainnya.

Indah juga menyatakan kalau buruh perempuan di perkebunan sawit, jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Sehingga menyebabkan banyak kebutuhan mereka kadang tak terpenuhi. Padahal buruh sawit perempuan sebenarnya memiliki andil lebih besar, karena bekerja lebih banyak.

Porsi pekerjaan yang lebih banyak tersebut, membuat perempuan terpisah dari kehidupan sosialnya. Seperti tidak sempat lagi ikut kegiatan adat, seperti pesta panen desa.

“Jumlah buruh sekarang sekitar 4,9 juta orang. Bisa diperkirakan jumlah buruh wanita dikalikan dua, jadi sekitar 10 juta buruh hidup dalam posisi tak menguntungkan saat ini,” tambah Indah.

Sementara itu menurut penelitian Rossana Dewi dari organisasi lingkungan Gita Pertiwi Perempuan yang hidup dalam perkebunan kelapa sawit seringkali mengalami beban ganda dalam rumah tangga maupun kerja dilahan. Bukan hanya beban ganda akibat urusan domestik dan pekerjaannya saja tetapi juga beban akibat lingkungan kelapa sawit yang cenderung menggunakan bahan kimia yang sangat berbahaya, terutama pestisida jenis terbatas.

“Penggunaan bahan kimia pestisida jenis terbatas inilah yang membuat perempuan lebih rentan terhadap kesehatannya,” urai Rossana.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Gita Pertiwi di desa Nehas Liah Bing Kabupaten Kutai Timur dan di kabupaten Serdang Badagai, Sumatera Utara, tahun 2010 rata-rata perempuan mengerjakan semua pekerjaan domestik dari pagi sampai dengan malam. Sedangkan laki-laki membantu mengambilkan air atau kayu bakar, menjaga anak atau ikut membersihkan rumah.

Dalam ranah domestik dengan indikator 12 jenis kegiatan harian dari pagi sampai malam, perempuan melakukan 12 jenis pekerjaan, dan laki-laki hanya mengerjakan 2 kegiatan saja yakni membersihkan rumah dan mencuci pakaian. Sedangkan kegiatan dalam perkebunan kelapa sawit dari membuka lahan hingga panen, perempuan mengerjakan 15 dari 16 jenis kegiatan. Hal ini belum dihitung berat ringannya serta lama waktu kerja setiap kegiatan yang dilakukan perempuan.

Pestisida jenis herbisida merupakan jenis yang paling banyak dipakai dalam perkebunan kelapa sawit. Dari 332 pestisida untuk kelapa sawit, terdapat 83 jenis yang termasuk dalam gologan pestisida terbatas.

Perempuan berperan sangat penting dalamnya terutama aplikasi herbisida. Menurut pemantauan Gita Pertiwi, kaum perempuan banyak dipilih sebagai penanggung jawab aplikasi pestisida, karena perempuan dianggap lebih teratur, sabar dan rajin bekerja dilahan. Penggunaan herbisida biasanya dengan cara disemprot maupun dengan miping, yaitu mengoleskan pada tanaman rumput dengan tangan secara langsung.

Padahal pengguna pestisida memiliki potensi tinggi terpapar racun pestisida. Selain itu dapat merusak organ tubuh yang penting dan tidak dapat pulih seperti semula. Biasanya gejala keracunan dapat tertunda atau tidak segera tampak.

Tinggalkan komentar